chemistry is so real as my real feelings

there are so many things that is unexplained , but if we take a look at it closer, we'll be surprised because to explain something we don't really understand , all we have to do is to take a look at it from another side and perspective.

Selasa, 11 Januari 2011

Makalah Teknologi Lingkungan

MEWUJUDKAN SAMARINDA SEBAGAI KOTA TEPIAN
I.     Jumlah Penduduk di Samarinda
I.1      Jumlah Penduduk di Indonesia
I.2      Jumlah penduduk di Kalimantan Timur
       Berdasarkan data Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, jumlah penduduk di Kalimantan Timur mencapai 2.848.798 jiwa.
I.3      Jumlah Penduduk di Samarinda
            Berdasarkan data stastitik antara tahun 2004 hingga 2007 jumlah penduduk Kota Samarinda pada tahun tahun 2004 sebesar 569.004 jiwa, tahun 2005 sebesar 576.047 jiwa, tahun 2006 sebesar 588.135 jiwa, dan tahun 2007 sebesar 593.827 jiwa.
            Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kota Samarinda sebagian besar terkosentrasi di Kecamatan Samarinda Utara yaitu sebanyak 160.029 jiwa disusul Kecamatan Samarinda Ilir yaitu sebanyak 107.446 jiwa, Kecamatan Samarinda Ulu sebanyak 99.545 jiwa, Kecamatan Samarinda Seberang sebanyak 92.528 jiwa, Kecamatan Sungai Kunjang sebesar 91.300 jiwa dan yang paling rendah jumlah penduduknya pada Kecamatan Palaran sebesar 42.979 jiwa.
       Jumlah Penduduk menurut masing-masing Kecamatan Tahun 2007:
No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Luas Wilayah
(KM2)
1
Palaran
42.979
182,53
2
Samarinda Ilir
107.446
89,70
3
Samarinda Seberang
92.528
40,48
4
Sungai Kunjang
91.300
69,23
5
Samarinda Ulu
99.545
58,26
6
Samarinda Utara
160.029
277,80
7
Jumlah
593.827
718


            Pencari kerja di Kota Samarinda setiap tahun terus mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah maupun kualitas. Tak seimbangnya antara jumlah angkatan kerja dengan lowongan kerja yang tersedia, menyebabkan pengangguran di Samarinda terus bertambah. Selain itu, masalah perburuhan di kota ini juga terus meningkat. Melihat kondisi tersebut, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda membentuk tim khusus untuk menangani masalah ketenagakerjaan yang ada di kota ini.

            Untuk diketahui, tahun 2007 Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda mencatat, pencari kerja yang masih terdaftar mencapai 26.157 orang. Sedangkan jumlah pencari kerja yang ditempatkan sebanyak 5.785 jiwa. Tak sebandingnya lowongan kerja dengan jumlah pencari kerja, menyebabkan jumlah pengangguran di kota ini terus meningkat.
            Jumlah Angkatan Kerja Kota Samarinda pada tahun 2005 sebesar 258.804 jiwa, tahun 2006 sebesar 267.657 jiwa, dan tahun 2007 sebesar 240.576 jiwa. Sedangkan jumlah pengangguran di Kota Samarinda tahun 2005 sebesar 37.124 orang, tahun 2006 sebesar 39.021 orang dan tahun 2007 sebesar 31.959 orang.
            Jumlah pengangguran dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan sebagai akibat banyaknya perusahaan perkayuan yang menghentikan kegiatannya akibat kebijakan di sektor kehutanan sehingga banyak tenaga kerja yang mengalami PHK.
Jumlah Angkatan Kerja dan Jumlah Pengangguran 2005 – 2007
No
Tahun
Jumlah Angkatan Kerja
(jiwa)
Jumlah Pengangguran
(jiwa)
1
2005
258.804
37.124
2
2006
267.657
39.021
3
2007
240.576
31.959
Jumlah Pencari Kerja Menurut Tkt. Pendidikan & Jenis Kelamin 2007
No
Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
Jumlah

Laki-Laki
Perempuan
1
SD/MI
207
27
234
2
SLTP/MTS
385
127
516
3
SLTA/SMK/MA
4.052
2.298
6.373
4
D1/D2/D3
575
843
1.532
5
SARJANA
1.255
1.393
2.457
6
Jumlah
6.474
4.688
11.162

II.  Samarinda Kota TEPIAN
Seperti yang kita ketahui Samarinda adalah ibu kota dari Kalimantan Timur, dimana kota ini memiliki motto yaitu samarinda sebagai kota TEPIAN, yang merupakan singkatan dari Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman. Berikut merupakan penjelasan dari singkatan ini :
Ø  TEDUH
Teduh berarti kota Samarinda ini diharapkan dapat memberikan pengayoman pada setiap warganya dalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya  baik kebutuhan jasmani maupun rohani, secara adil dan merata. Selain itu secara fisik diharapkan kota Samarinda akan ditanami pohon-pohon rindang sehingga kota menjadi teduh dan nyaman.
Ø  RAPI
Mengandung makna tertib indah dan bersih dimana terwujud ketertiban yang tercermin dari sikap hidup warga kota dan aparat pemerintah yang mematuhi sebagai peraturan yang berlaku serta tergambar dari wajah kotanya yang bersih, tertata dengan baik dan indah.
Ø  AMAN
Berarti terciptanya suatu kondisi dimana setiap warga kota merasa bebas dari ancaman rasa takut dan aman lahir batin.
Ø  NYAMAN
Berarti suatu keadaan yang memberikan suasana nyaman dan rasa syukur dari setiap warga kota sehingga menimbulkan rasa gairah masyarakat untuk berbuat dan berpartisipasi dalam pembangunan.
            Untuk mencapai Samarinda kota "TEPIAN". Pemerintahan kota madya merencanakan berbagai program yang dilaksanakan secara bertahap dan terpadu setiap tahun anggaran, seperti APBN, APBD II, Bantuan Luar Negeri serta partisipasi pihak swasta. Diantara program tersebut antara lain:
1.         Program Penyediaan Air Bersih.
2.         Program Perbaikan Sistem Pembuangan Air Hujan ( Drainase )
3.         Program Pembuangan Air Limbah
4.         Program Perbaikan Sistem Persampahan
5.         Program Penyuluhan dan Perintisan Perbaikan Perumahan Rakyat
6.         Program Pengadaan dan Penataan Perumahan di Kota
7.         Program Tata Ruang Kota
8.         Program Perbaikan Prasarana Jalan Kota
9.         Program Pengendalian Banjir ( Flood Control )
Dilihat dari arti, makna dan program-program yang telah dilaksanakan dan akan terus dilaksanakan, maka kota Samarinda sebagai kota " TEPIAN" adalah dalamnya berisi program-program pembangunan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Betapapun besarnya usaha pemerintah menjadikan kota Samarinda kota yang Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman, tidak akan tercapai tanpa adanya partisipasi penuh dari masyarakat.
Selain motto, Samarinda juga memiki VISI dan MISI yang harus dijalankan oleh pemerintah demi memajukan kota ini. Visi kota Samarinda adalah Samarinda sebagai Kota Jasa, Industri, Perdagangan dan Pemukiman yang berwawasan lingkungan”, sedangkan Misi-nya antara lain :
1.        Meningkatkan fasilitas dan Utilitas penunjang sektor jasa, industri, perdagangan dan pemukiman.
2.        Mencari alternatif komonditi baru untuk pengembangan komonditi ekspor.
3.        Mengembangkan suberdaya manusia yang mengarah pada profesionalisme.
4.        Meningkatkan peran serta perbankan dan lembaga keuangan lainnya termasuk koperasi untuk mendukung sektor jasa, industri dan pemukiman yang terkait dengan sektor lainnya.
Untuk menjalankan visi dan misi ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, wali kota Achmad Amins dan wakil wali kota samarinda Syaharie Jaang juga dalam memajukan kota ini membutuhkan strategi yang tepat. Diantara strategi yang sudah direncanakan oleh mereka adalah :
1.        Mengoptimalkan potensi  sumber daya alam yang belum digali bagi kepentingan pembangunan.
2.         Mengoptimalkan potensi sumber daya manusia yang ada.
3.         Mengoptimalkan potensi kelembagaan yang ada
4.         Mengurangi atau menghilangkan dampak lingkungan.
III.   Fasilitas Pengolahan dan Pembuangan Sampah
III.1    Pengolahan sampah yang baik dan benar.
            Pengelolaan sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan:
·           Mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis, dan
·           Mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya : tipe zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Selain itu , ada beberapa cara / metode dalam pembuangan sampah, diantaranya :
a.    Metode Penimbunan Darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam.
b.    Metode Pembakaran / Pengkremasian
Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah. Pengkremasian dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi biasa disebut "Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas, uap dan abu.
c.    Metode Daur Ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang.Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listik.
d.    Metode Penghindaran Dan Pengurangan
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk , atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai , memperbaiki barang yang rusak , mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik ), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai (contohnya kertas tissue) ,dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot kaleng minuman).
Selain itu, dengan mengelola sampah dengan benar, akan memberikan manfaat, antara lain:
a       Penghematan sumber daya alam
b      Penghematan energy
c       Penghematan lahan TPA
d      Lingkungan asri (bersih, sehat, nyaman)
III.2    Pengolahan sampah di Samarinda
Pemerintah Kota Samarinda masih menggunakan sistem open dumping untuk pengelolaan sampah. Padahal sejak ditetapkannya Undang- Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada 7 Mei tahun lalu, setiap kota besar wajib menggunakan sistem sanitary landfill. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Samarinda mengaku kendala  memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) sanitary landfill adalah anggaran.
Sampai saat ini pengelolaan sampah di TPA Bukit Pinang menggunakan sistem open dumping, yakni sampah ditumpuk, dan dirapikan kemudian ditimbun menggunakan tanah. Sedangkan sistem sanitary landfill yang disebutkan dalam UU itu merupakan model pengelolaan sampah dengan mekanisme khusus, seperti membuat konstruksi kedap air, dilengkapi jaringan untuk air lindi, dan pembuangan gas yang dihasilkan sampah. Serta perlu dilakukan penutupan setiap ketinggian tertentu (berlapis).
“Permasalahan utama memiliki TPA dengan sanitary landfill adalah pendanaan,” ujar Kepala DKP Samarinda Marwansyah. Menurutnya untuk membangun sebuah TPA dibutuhkan Rp 30 miliar di luar pembebasan lahan. DKP pasti mengupayakan pengelolaan sampah di TPA Sambutan mengikuti pola ini. Pengelolaan di TPA Bukit Pinang masih mengandalkan 10 tenaga kerja, dan alat berat untuk open dumping. Sedangkan sampah yang masuk ke TPA Bukit Pinang rata-rata sebesar 900 meter kubik per hari.
Lebih lanjut Marwansyah menilai imbas lain dari pelaksanaan UU itu adalah penggantian armada pengangkut sampah. Hal ini terkait standar kendaraan pengangkut sampah yang disebutkan dalam UU itu, seperti harus menggunakan bak tertutup. “Armada kami sudah tua. Jika mengikuti Undang undang itu, jelas  tak memenuhi standar,” ungkapnya.
Saat ini DKP Samarinda memiliki 60 truk, sebanyak 27 truk digunakan sebagai  pengangkut sampah. Sedangkan sisanya merupakan armada untuk pertamanan.
III.3         Dampak pembuangan sampah sembarangan.
Masyarakat sebenarnya menyadari pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat mereka tinggal , dimana berdampak positif bagi terciptanya keindahan . Namun apabila hal tersebut tidak di dukung dengan ketersediaan sarana penunjang atau fasilitas kebersihan tempat pembuangan sampah seperti tong sampah, di setiap jalan maupun pemukiman, justru menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan .
Contoh dampak kurang baik adalah adanya perilaku sebagian masyarakat yang kerap membuang sampah tidak pada tempatnya . Kalau dibiarkan dan sampah menumpuk di satu tempat, maka bahaya yang sudah jelas akan terjadi: menimbulkan pencemaran, yaitu pencemaran tanah yang sangat mengganggu lahan pertanian, karena akan membawa sifat tanah tidak produktif; menimbulkan pencemaran air, jika sampah tersebut terbawa air, yang membawa akibat pendangkalan daerah aliran seperti sungai sehingga banjir lebih mudah terjadi bila musim hujan tiba. Hal ini juga menyebabkan turunnya produktivitas ikan, karena akan terjadi dekomposisi yang mengurangi jumlah oksigen dalam air; menimbulkan bau yang tidak sedap; tumpukan sampah juga menjadi sarang binatang kotor, yang merupakan sumber penyakit, dan juga mengganggu keindahan.
Untuk mencegah hal ini terjadi, maka diperlukan kesadaran masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya.selain itu, ada hal lain yang bisa kita lakukan selain buang sampah pada tempatnya, yaitu 4R:
1.         Reduce (mengurangi)
Sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
2.         Reuse (memakai kembali)
Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
3.         Recycle (mendaur ulang)
Sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
4.         Replace (mengganti).
Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
IV.   Ruang Terbuka Hijau (RTH)
IV.1    Pengertian  dan Jenis-Jenis RTH
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi:
a.    Bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung).
b.    Bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).
Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi:
a.    Bentuk RTH kawasan (areal, non linear).
b.    Bentuk RTH jalur (koridor, linear).
Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi:
a.    RTH kawasan perdagangan.
b.    RTH kawasan perindustrian.
c.    RTH kawasan permukiman.
d.   RTH kawasan pertanian.
e.    RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.
Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi:
a.    RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah).
b.    RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.
IV.2    Fungsi dan Manfaat RTH
RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
IV.3    RTH di Samarinda
Menurut aturan internasional mengenai ruang terbuka hijau (RTH) suatu kota harus mencapai angka 30 persen dari luas kota. Sedangkan jika menurut aturan yang ada di Jepang, harus mencapai angka 40 persen. Tapi di Samarinda, RTH masih di bawah 30 persen dari total luas Kota Tepian. Karena itu perlu potret udara terbaru untuk mengetahui luas RTH Samarinda. "Yang masuk dalam kawasan RTH itu haruslah kawasan yang berada di lingkup sekitar kota. Misalnya Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS), hutan kota, taman kota, kawasan berpohon, dan beberapa tempat yang ditetapkan Pemkot."ungkap Syarif Effendi, pengelola KRUS Samarinda saat dikonfirmasi media ini.
Apakah luasan RTH di Samarinda telah mencukupi aturan internasional, Syarif menyebutkan, untuk Samarinda, masih jauh dari kata cukup, sebab penghijauan sama sekali tak terlihat. Apakah seharusnya Pemkot menyediakan lahan khusus di kota yang memang diperuntukan untuk RTH, apalagi untuk ukuran kota berkembang, Syarif menyebutkan angka di atas 30 persen dari luas kota haruslah berupa kawasan hijau. “Memang ada program satu rumah satu atau dua pohon. Tapi ini dirasakan sangat kurang untuk memenuhi RTH. Apalagi real estate (pengembang perumahan) yang dibangun di Samarinda tidak pernah menyediakan RTH di perumahan yang dibangun. Kalau perlu ada kebijakan penyediaan RTH seluas 30 persen dari luas real estate yang dikembangkan," ucapnya.
Sementara itu, Wali Kota Samarinda, Achmad Amins mengatakan, Pemkot memiliki komitmen yang kuat untuk menciptakan RTH yang mencukupi persediaan oksigen bagi penduduk Samarinda. Karena itu, dirinya menyebutkan akan mengubah bangunan SMAN 1 dan SMPN 1 di bilangan Jl Bhayangkara ke depannya untuk dijadikan open space (ruang terbuka) berupa taman atau lainnya, dimana kesan hijau tetap akan terbentuk. "Kami masih perlu open space di wilayah Kota Samarinda. Karena itu bangunan di sana (SMPN 1 dan SMAN 1) akan diubah jadi open space yang berguna bagi masyarakat. Jangan jadi mal lagi," ungkapnya. Jika diperlukan, perubahan status bangunan sekolah di bilangan Jl Bhayangkara menjadi open space diperkuat dengan surat keputusan (SK) wali kota. “ Yang pasti wali kota baru jangan melupakan hal ini. Jangan hanya sibuk bangun mal, lupa dengan open space. Nanti saya akan buatkan SK-nya biar tidak diubah lagi fungsinya," tegasnya.
V.      Adipura
V.1        Pengertian Adipura
          Adipura, adalah sebuah penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Adipura diselenggarakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
          Pengertian "kota" dalam penilaian Adipura bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah tertentu.
V.2            Syarat wilayah atau kota untuk mendapatkan Adipura
Peserta program Adipura dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu:
·       Kota Metropolitan (lebih dari 1 juta jiwa)
·       Kota Besar (500.001 - 1.000.000 jiwa)
·       Kota Sedang (100.001 - 500.000 jiwa)
·       Kota Kecil (sampai dengan 100.000 jiwa)
Dalam lima tahun pertama, program adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh".
Adapun syarat / kriteria Adipura terdiri dari 2 indikator pokok:
  • Indikator kondisi fisik lingkungan perkotaan dalam hal kebersihan dan keteduhan kota
  • Indikator pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap
V.3            Adipura di Samarinda
Kota Tepian kembali mendapat kesempatan untuk bisa merebut penghargaan Piala Adipura 2008. Caranya dengan harus banyak berbenah lagi karena dalam penilaian pertama (P1), Samarinda hanya mampu meraih nilai 60,84. Padahal, untuk bisa meraih Adipura, standar perolehan nilai harus mencapai 73. “Sebelumnya hanya 70, tetapi mulai tahun ini naik menjadi 73. Dan pada P1, kita hanya mampu mengumpulkan nilai 60,84. Artinya, masih jauh dari nilai standar,” ujar Ketua Bapedalda Samarinda M Yamin melalui Kepala Sub Bidang Sosialisasi dan Kapasitas Kelembagaan Bapedalda Wiyono kepada harian ini kemarin.
Karena itulah, untuk bisa menembus nilai 73 agar bisa meraih Adipura, Pemkot Samarinda mulai membuat strategi guna menghadapi penilaian kedua (P2) yang rencananya dilakukan akhir Februari hingga awal Maret mendatang. “Kalau tidak membuat gerakan dari sekarang, dipastikan Adipura gagal didapat kembali. Makanya, agar bisa didapat, butuh kerjasama semua pihak terkait, termasuk masyarakat,” jelas Wiyono. Saat ini, permasalahan yang dihadapi Samarinda guna merebut Adipura itu juga lumayan pelik. Salah satunya seperti tak adanya pengomposan skala pasar. Padahal itu wajib ada dan menjadi penilaian dengan bobot 9 untuk kategori penilaian pasar. “Selain itu daerah pertokoan juga belum terlihat penghijauannya, baik berupa pohon peneduh, pelindung atau lainnya. Yang bahaya juga disebagian pengomposan di Kelurahan Karang Asam Ilir tidak berjalan, padahal itu sudah terdaftar untuk dinilai,” tambah Wiyono.
Oleh sebab itulah, Wiyono berharap agar instansi pelaksana atau teknis yang terkait segera melakukan pembenahan terhadap lokasi atau komponen yang menjadi objek penilaian, terutama yang nilainya rendah saat P1 beberapa waktu lalu. “Instansi teknis terkait juga harus memaksimalkan upayanya dan melakukan monitoring terhadap lokasi yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya yang akan dinilai dalam P2 nanti,” sambung Wiyono. Sekadar diketahui, dalam penilaian Adipura ada 13 lokasi atau objek yang menjadi sasaran penilaian. Yakni pasar, pertokoan, tempat pembuangan akhir (TPA), terminal, perkantoran, pelabuhan, taman kota, perairan terbuka, rumah sakit atau puskesmas, jalan arteri, perumahan dan sekolah.
“Dari 13 objek itu, ada 6 yang memiliki bobot penilaian paling tinggi yakni pasar, TPA, terminal, perairan terbuka, jalan arteri dan sekolah dengan bobot nilai dari 8 hingga 10. Artinya, 6 objek ini dulu yang harus menjadi prioritas agar bisa mendapat penilaian tinggi untuk membantu objek lainnya yang memiliki bobot rendah,” ungkap Wiyono. Sayangnya, dalam P1 beberapa waktu lalu, hanya sekolah saja yang berhasil mendapat nilai 70,14 atau mendekati 73. Sementara untuk pasar mendapat nilai paling buruk yakni 48,29. “Kalau tidak berbenah dari sekarang dan tidak melakukan perubahan, maka dipastikan Adipura bakal lepas,” pungkas Wiyono. Yang paling parah, kalau tidak ada perubahan, Samarinda bukan hanya gagal meraih Adipura, malah berpeluang menjadi kota terkotor se-Indonesia. Itu karena dari P1 beberapa waktu lalu, Samarinda menduduki peringkat 12 dari 13 kota besar yang masuk penilaian Adipura.

DAFTAR PUSTAKA
 http://www.kaltimpost.web.id/index.php?mib=berita.detail&id=42839

ini makalah ku untuk tugas pada mata kuliah teknologi lingkungan hidup.... lumayan lama sih, pas semester 3 kemaren. hahaha. tapi boleh aja kan di share.... ^^ 


1 komentar:

  1. duh.. themesnya bikin sulit ngebaca ..... lam kenal ^_^ http://timpakul.web.id

    BalasHapus